Makalah Agama " Konsep Dasar Aswaja "



KONSEP DASAR ASWAJA

MAKALAH
 






Oleh :
                                        Nama         :  Roisul Aula
                                        Nim            :  168010040


                                        Nama         :  Maulana A.Y
                                        Nim            :  168010048


UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
PROGAM STUDI PJKR
2017
KONSEP DASAR ASWAJA

I.                    PENDAHULUAN

  Nabi bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :”Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan”. Kemudian para sahabat bertanya ; “Siapakah mereka itu wahai rasululloh?”, lalu Rosululloh menjawab : “Mereka itu adalah Maa Ana ‘Alaihi wa Ashabi”.
Dari definisi singkat tentang golongan yang selamat di akhirat kelak, muncul banyak persepsi dan pendapat tentang kriteria golongan tersebut. Sebagian memaknai definisi “Maa Ana ‘Alaihi wa Ashabi” secara tekstual dan disesuaikan dengan pemahaman masing-masing terhadap dalil dan praktik kehidupan sesuai dengan ajaran Nabi.
Sebagian besar kaum muslim belum memahami tentang kaidah, kriteria dan karakteristik “Maa Ana ‘Alaihi wa Ashabi” yang dimaksud oleh Nabi, sehingga pada praktiknya mereka cenderung menjadi golongan yang berpandangan sempit dan pada akhirnya tidak mencerminkan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

II.                  PERMASALAHAN
          Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai :
1.      Definisi ASWAJA
2.      Perluasan Makna ASWAJA


1
III.                PEMBAHASAN 
A.    Definisi ASWAJA
1.      Arti kata aswaja
      Aswaja merupakan sebuah singkatan yang memiliki kepanjangan Ahlus_Sunnah Wal Jamaah. Kepanjangan tersebut merupakan frase dari kata-kata bahasa Arab yaitu Ahlu, Sunnah, Jamaah. Kata Ahlu diartikan sebagai keluarga, komunitas, atau pengikut. Kata Al-Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter. Sedangkan kata Al-Jamaah diartikan sebagai perkumpulan atau kelompok golongan.
      Arti Sunnah secara istilah adalah segala sesuatu yang diajarkan Rasulullah SAW., baik berupa ucapan, tindakan, maupun ketetapan. Sedangkan Al-Jamaah bermakna sesuatu yang telah disepakati komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulullah SAW. dan pada era pemerintahan Khulafah Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali).          
      Dengan demikian Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah komunitas orang-orang yang selalu berpedoman kepada sunnah Nabi Muhammad SAW. dan jalan para sahabat beliau, baik dilihat dari aspek akidah, agama, amal-amal lahiriyah, atau akhlak hati.

2.      Pengertian aswaja menurut pendapat ulama
      Menurut Imam Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang berpegang teguh kepada al-Qur’an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat, tabi’in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal.
     







2
Adapun menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik,
Ahlusssunnah Wal Jamaah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.

            Sedangkan menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah para sahabat, tabiin, tabiit tabi’in dan siapa saja yang berjalan menurut pendirian imam-imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang mengikutinya dari seluruh umat semuanya.
            Pendapat  Said Aqil Siradj,tentang  Ahlus sunnah wal jama’ah adalah “Ahlu minhajil fikri ad-dini al-musytamili ‘ala syu’uunil hayati wa muqtadhayatiha al-qa’imi ‘ala asasit tawassuthu wat tawazzuni wat ta’adduli wat tasamuh”, atau “orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi”.
            Definisi di atas meneguhkan kekayaan intelektual dan peradaban yang dimiliki Ahlusssunnah Wal Jamaah, karena tidak hanya bergantung kepada al-Qur’an dan hadits, tapi juga mengapresiasi dan mengakomodasi warisan pemikiran dan peradaban dari para sahabat dan orang-orang salih yang sesuai dengan ajaran-ajaran Nabi.




3
B.      Perluasan Makna ASWAJA
       Pada awalnya pengertian Ahulussunnah Wal Jama’ah (sunni) adalah kelompok umat Islam yang mengikuti sunnah Rasul dengan menjadikan Al-Qur’an dan Al-hadist sebagai pedoman utama, yang dilengkapi dengan ijma’ sahabat dan qias. Akan tetapi, ketika paham ini diikuti banyak pihak dari berbagai latar keilmuan yang bermacam-macam dengan zaman yang berbeda-beda, maka pengertian Ahlussunah mengalami perluasan. Perluasannya seiiring dengan meluasnya pemikiran dan perkembangan zaman.
         Dalam perkembangannya, paham Sunni tidak hanya dilihat dari sudut pandang aqidah semata, tetapi juga fiqih, tasawuf, tafsir, nahwu, qira’ah dan bahkan politik, sehingga criteria Sunni juga mengalami perluasan seluas disiplin ilmu yang dijakan rujukan. Sejak itu muncullah ulama tauhid sunni, ulama fiqih sunni, ulama sufi sunni, ahli tafsir sunni, ahli qira’ah sunni, ahli nahwu sunni dan masing-masing ulam tersebut kemudian dijadikan patokan untuk menyebut apakah seseorang itu sunni atau bukan. Dengan demikian, perluasan makna Ahlussunanah disebabkan oleh perluasan pemaknaan atau penafsiran yang dilakukan oleh para ulama dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda.
      Perluasan makan ahlussunah yang mencakup sekian banyak criteria dan kelompok masyarakat oleh al-Baghdadi (wafat tahun 429 H) dirumuskan sebagai berikut :
1.      Orang –orang yang beraqidah lurus; memahami tauhid dengan benar; mengerti hokum-hukum syar’I; ancaman, pahala dan siksa, syarat ijtihad, imamh dan zu’amah, metode pemikiran ulama mutakallimin, masalah sifat-sifat Tuhan; dan tidak tersangkut paham tasbih, batil dan bid’ah.

4
2.      Imam-imam fiqih baik yang ahli ra’yi maupun ahli hadist yang berpaham sunni, orang-orang yang tidak berpaham Qadariyah dan Mu’tazilah serta tidak memahai Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang dipahami kaum Qadariah dan Mu’tazilah;menetapkan ru’yatullah atau melihat Allah di surga dengan mata keplala, menyakini adanya hari kebangkita, pertanyaan kubur, telaga surga, shirath atau jalan titian menuju surga, syafa’ah dan pengampunan dosa selain syirik, pahala bagi ahli surga, dan siksa bagi ahli neraka, menikmati kenikmatan surga dengan ruh dan jasat dan merasakan siksaan neraka dengan ruh dan jasad pula, mengakui kekhalifahan empat khalifah pertama dan bahkan menjadikannya sebagai salah satu sumber istinbat hokum; menghormati ulama-ulama salaf; menjalankan shalat dan kewajiban Islam lainnya, mengembalikan istinbat kepada Al-Qur’an, Al-Sunnah, Ijma’ dan Qias sebagaimana yang diterapkan dalam madzahibul Arba’ (Empat madzhab Fiqih); dan para ulama mazhabiah yang mengikuti salah satu dari empat Imam Madzhab,.
3.      Ahli hadist atau setidaknya orang-orang yang mengetahui mata rantai sanad hadist dan atsar yang dating dari Rasulullah Saw, bisa membedakan hadist yang shahih dan yang tidak, mengerti perbedaan riwayat yang benar dan yang salah, memahami ilmu jarh wa al ta’dhil, dan tidak terlibat dalam paham bid’ah yang sesat.
4.      Kaum muslimin yang mengusai nahwu- sharaf atau plaing tidak mengetahui dan memahaminya, mengikuti paham imam bahasa (nahwu) seperti al-Khalil, Abu Umar bin A’a Syibawaih, al-Farra’ dan ulama-ulama bahasa yang lain, baik dari mazhab Bashrah maupun Kuffah, dengan catatan, pendapat mereka tidak dinodai oleh kebid’ahan paham Qadariyah , Syi’ah dan Khawarij.


5
5.      Umat Islam yang mengetahui macam-macam qira’ah al-Qur’an, penafsiran dan penakwilan ayat-ayatnya yang isinya tidak menyimpang dari paham sunni. Artinya, mereka dalam menafsirkan Al-Qur’an masih dalam koridor paham sunni.

6.      Ahli zuhud dan kaum sufi yang tetap mengakui syari’ah Islam sebagai kerangka acuan perilaku batin, meniru akhlaq Rasulullah dan para sahabat dalam menapaki maqam-maqam sufi, memurnikan tauhid dengan tetap menyakini sifat-sifat-Nya, tidak menyerupakan Allah dengan apapun, tidak memahai Dzat Allah sebagaimana memahami dzat makhluk, dan pasrah kepada Allah dengan tanpa meninggalkan upaya.

7.      Bahkan, orang-orang awam yang menyakini kebenaran paham Ahlussunnah secara taklid juga termasuk sunni, demikian juga para petugas atau siapa saja yang berada di pos-pos pertahaanan kaum muslimin untuk menjaga keamaman negri Islam dan mempertahankan serta melestarian mashab Ahlussunah.






6
IV.             SIMPULAN
         Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Aswaja merupakan sebuah singkatan yang memiliki kepanjangan Ahlus_Sunnah Wal Jamaah. Kepanjangan tersebut merupakan frase dari kata-kata bahasa Arab yaitu Ahlu, Sunnah, Jamaah. Kata Ahlu diartikan sebagai keluarga, komunitas, atau pengikut. Kata Al-Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter. Sedangkan kata Al-Jamaah diartikan sebagai perkumpulan atau kelompok golongan.
2.      Adapun menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlusssunnah Wal Jamaah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.
3.      Dalam perkembangannya, paham Sunni tidak hanya dilihat dari sudut pandang aqidah semata, tetapi juga fiqih, tasawuf, tafsir, nahwu, qira’ah dan bahkan politik, sehingga criteria Sunni juga mengalami perluasan seluas disiplin ilmu yang dijakan rujukan. Sejak itu muncullah ulama tauhid sunni, ulama fiqih sunni, ulama sufi sunni, ahli tafsir sunni, ahli qira’ah sunni, ahli nahwu sunni dan masing-masing ulam tersebut kemudian dijadikan patokan untuk menyebut apakah seseorang itu sunni atau bukan. Dengan demikian, perluasan makna Ahlussunanah disebabkan oleh perluasan pemaknaan atau penafsiran yang dilakukan oleh para ulama dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda.




7
 V.       PENUTUP
       Demikian makalah ini kami sampaikan . Terima kasih atas         perhatiannya. Apabila ada kekurangan dan kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kemajuan dan perbaikan bersama. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

VI.     DAFTAR PUSTAKA
1.   Kajian Ahlussnnah Wal Jama’ah, Drs. KH. M. Romly Arief,  MHI
2.     Andim,Fauzul.2013. Aswaja Menurut KH Hasyim Asy'ari dan    KH    Aqil Sirodj.http//: Abimanyu Blora  .
3.      No Name.2014. Sejarah Lengkap Ahlussunnah wal Jamaah  (Aswaja).http//: Sejarah Lengkap Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) _ Islam Cendekia.html.






8







 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH " Peranan Pendidikan Terhadap ASWAJA "

Contoh Buku Bola Voli 2017 uplud by : ROISUL AULA